Jumat , April 26 2024
Home / Nasional / Patahan Kisah Tambang Indonesia

Patahan Kisah Tambang Indonesia

Foto AN Berita Persatuan

BP_Jakarta——-Pada kasus tambang di daerah Hutan Lindung Pegunungan Meratus Provinsi Kalimantan Selatan banyak orang menolak kehadiran tambang, hal itu dikarenakan pada kasus pertambangan tersebut pengelolaannya menjadi monopoli Jakarta, maka Gubernur bersama elemen masyarakat Palu Sulawesi Tengah menolak keberadaan tambang. Contoh hal di atas sebetulnya banyak terjadi di daerah lain, namun pada kenyataannya setelah lobi demi lobi aktivitas penambangan kadang masih berjalan. Banyak kalangan mengeluhkan Pertambangan tanpa izin (PETI). Dalam kasus yang sama Syahriel mengungkapkan bahwa moratorium diperlukan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan bisa melakukan penataan ulang.

Penolakan tambang juga dilakukan oleh Abdon Nababan salah seorang tokoh masyarakat Indonesia yang juga menjabat sebagai Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), beliau memberi pertimbangan bahwa bukan semata-mata kepentingan ekologis dan ekonomis, namun juga menyangkut kepentingan spiritual. Selama ini kegiatan tambang banyak beroprasi di wilayah adat, yang kadang tidak menghiraukan tanah keramat, wilayah tersebut sudah secara turun temurun dilakukan kegiatan upacara serta ritual ritual keagamaan.

Jika mau terbuka melihat, kita ambil contoh dua negara yang kita anggap besar, Amerika serta Kanada. Kedua negara tersebut diwariskan perusakan pertambangan oleh pendahulunya. Peristiwa tersebut sudah terjadi puluhan serta ratusan tahun yang lalu, apa yang kita lihat sekarang bahwa pemerintah mereka harus mengeluarkan banyak uang anggaran nasionalnya untuk mengelola ribuan kawasan tambang yang ditinggalkannya. Sementara di negeri ini, kawasan sisa tambang tak terbengkalai, diibaratkan dalam wilayah tambang yang telah ditinggalkan bahwa “Mata Air berubah menjadi Air Mata”.

Salah satu negara bagian di Kanada mengumumkan bahwa pertahunnya mereka harus mengeluarkan kocek sebesar $60juta untuk program rehabilitasi daerah tambang yang ditinggalkannya.

Satu lagi cara tambang mengupayakan agar operasinya tetap berjalan adalah ketika perusahaan yang beroperasi melakukan program untuk masyarakat sekitar pertambangan. Program Community Development dengan tujuan memberdayakan masyarakat namun pada kenyataannya hanya pepesan kosong, walhasil ketika mereka meninggalkan area pertambangan, lokasi pertambangan tinggal ampasnya.

Program Community Development juga berpotensi memecah belah masyarakat, pasalnya tidak sedikit perusahaan mempekerjakan orang-orang yang menjadi tokoh di masyarakat tersebut yang pada akhirnya menjadi perpanjangan tangan dari perusahaan. Belum lagi ketika berbicara pola pengamanan lokasi-lokasi vital di negeri ini yang notabene diamankan oleh TNI dan Polri, menurut data yang diulas Kompas dan Detik.com bahwa untuk mengamankan 16 obyek vital itu membutuhkan biaya yang tak sedikit. Untuk satu contoh di PT. Freeport Indonesia di tahun 2002 bahwa perusahaan menyetor sekitar 50 milyar Rupiah kepada TNI.

Menurut data Greenpeace Indonesia hanya memiliki 3% cadangan Batubara Dunia, namun demikian saat ini Indonesia menjadi negara nomor satu pengekspor batubara kepada dunia. Meskipun Indonesia menjadi negara terbesar pengekspor namun kenyataannya 20% dari masyarakat di Indonesia belum mendapatkan listrik, sederhananya, mengapa kita tidak mengelola batubara untuk negeri sendiri. Kedengarannya keuntungan dari batubara sangat besar namun pada kenyataannya dari Produk Domestic Bruto hanya menyumbang 4%. Jadi hal ini jelas sekali bahwa sektor batubara tidak mampu menyokong perekonomian Indonesia. Menurut data Kontrak Karya Pemerintah dengan PT. Freport di tahun 1991 bahwa Pemerintah menerima pendapatan dari Pajak, Royalti Pertambangan dan Deviden.

Terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), kesemuanya berbahan dasar Batubara yang beroperasi di Indonesia. Hal ini berarti Indonesia telah melepaskan jutaan ton polusi dari bahan bakar kotor tersebut. Tak sadar bahwa PLTU telah mengotori udara bersamaan dengan partikel halus yang beracun, seperti merkuri, kadmiun, arsenic dan beberapa zat lainnya. Sungguh angka kerusakan jauh lebih besar dari angka keuntungan yang didapat. (Fadlik Al Iman)

The following two tabs change content below.

About admin

Check Also

Pengamatan Burung SAI Dan Belantara Foundation

BP, Jakarta — Belantara Foundation dan Sekolah Alam Indonesia (SAI) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) …