Ditulis oleh Fadlik Al Iman.
Liburan akhir pekan setelah satu minggu disunat, belum kering di ujung namun sang ayah memenuhi janji ketika selesai sunat lanjut ke gunung Gede. Sebelumnya kami berdua mengikuti dua kali aksi bela Palestina di Jantung Kota Jakarta.
Sabtu sore (29/6/2024) langit Jakarta abu-abu, kami dua puluh orang berlibur ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, titik kumpul pertama di Mapala Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), titik kumpul berikutnya di rumah almarhum Pak Idris di kaki gunung Gede jalur gunung Puteri. Hal ini dilakukan karena kami ada yang menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua.
Perjalanan dari Jakarta ke kaki gunung Puteri kami nikmati dengan kendaraan roda empat, hujan lebat dari jalan biasa sampai ke jalan tol. Saya bersama Umar (anak saya) beberapa tahun lalu pernah mendaki gunung yang sama, dengan jalur melintas, naik dari jalur gunung Puteri, turun di jalur Cibodas, rencananya kali ini, naik di jalur Puteri turun di jalur yang sama.
Pada perjalanan kita kali ini memang menyuarakan suara rakyat Palestina yang juga menjalankan amanat Undang-undang Dasar, “Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala Bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”.
Langit gelap ketika kami sampai di ketinggian 1.500 mdpl, rumah singgah almarhum Pak Idris masih sama seperti yang dulu, namun sekarang sudah banyak tempat penginapan serta warung-warung yang memanjakan para pendaki di kanan dan kiri menuju ke atas.
Hawa semakin dingin, sudah 16 derajat celcius, Umar mengaku kedinginan, saya menambahkan baju berlapis serta sleeping bag untuk dia tidur, sebelum tidur saya biasakan berbicara dengan Umar, dingin memang malam ini, namun di Palestina anak-anak dipaksa beradaptasi dengan dinginnya malam, laparnya perut serta bayangan siapa lagi yang akan menunggalkannya atau malah dia sendiri yang hilang nyawanya. Hingga kami sama-sama tertidur.
Untuk diketahui semenjak tanggal 7 Oktober tahun lalu, tentara penjajah Israel telah menewaskan lebih dari 37.400-an orang dan telah membuat warga Palestina mengungsi dari tempat lahirnya sendiri sebanyak 2 juta orang.
Langit mulai terang di cakrawala, dingin semalam perlahan tergantikan embun pagi, dilumat sinar mentari pagi. Rekan-rekan Mapala Stacia UMJ mempersiapkan semuanya untuk keberangkatan menuju Surya Kencana. Umar mengingatkan ayahnya untuk tidak lupa membawa bendera empat warna, sebelumnya kami dua kali mengikuti demo bela Palestina di depan Kedutaan Amerika, ini adalah cara lain untuk menyuarakan hal yang sama. Sehabis sarapan kami menuju ke pos pendaftaran kemudian menuju pintu hutan dan menanjaki jalan penuh tanah, kerikil dan akar yang memang terjal. Jalur gunung Puteri memang dikenal lebih terjal dibandingkan jalur tetangganya di Cibodas.
Kaki-kaki ini terus mendaki menelusuri punggungan, ada sayuran, mulai dari bawang, wortel, kol, cabe, sawi putih dan lainnya, sementara saudara kita di Palestina jauh dari suasana seperti ini, kami berjalan karena berekreasi, sementara mereka juga berjalan karena mengungsi dan di evakuasi.
Pada ketinggian sekitar 2.300 mdpl kabut mulai turun, sore bersama lelah, penuh keluh pada Umar, lelah memang, gumamku bagaimana dengan rakyat Palestina, selama 16 tahun, Gaza lebih kurang 16 tahun telah diblokade, lebih dari 50 persen warganya menganggur, sementara 80 persen bergantung pada bantuan kemanusiaan. Hari ini Ahad (30/6/2024), banyak pendaki turun dari Surya Kencana menuju Pos 1, benar benar seperti pengungsi, ramai benar hari ini, maklumlah, masih dalam suasana libur sekolah.
Sebelum Pos 5 kami sempat melihat babi hutan dengan tubuh yang gempal serta bertaring, kami membayangkan bahwa zionis Israel juga adalah bangsa babi yang sangat rakus memakan segalanya. Umar mengamati Babi tersebut, beberapa anak Stacia menyaksikannya, Babi berkamuflase di balik tanaman paku-pakuan, benar benar seperti batu, kalau tidak jeli matanya, pasti tak terlihat.
Tempat yang kami injak semakin tinggi, pertanda oksigen semakin tipis, bagaimana dengan nasib saudara kita, yang serba kekurangan, maka bersyukurlah kita, masih bisa menghirup udara segar, masih bisa berekreasi menikmati semuanya. Namun demikian kita tidak boleh lengah dan harus terus memberitakan tentang manusia yang tidak dimanusiakan.
Langit hampir gelap, kami sampai di lembah Surya Kencana, di sini terhampar rumputan serta bunga abadi, hawa dingin semakin merasuk ke tulang, untuk saudara-saudaraku, teruslah bercerita tentang keadilan, teruslah bermimpi untuk kemerdekaan saudara kita di sana. Jalan terus menurun, kami mencari tempat yang datar dekat pohonan lebat agar tidak terlalu dingin untuk menginap mala mini.
Selepas kami membangun tenda, rekan rekan Mapala Stacia UMJ bergegas memasak agar tidur kita lebih nyenyak, jam 01.00 dini hari hawa semakin dingin, hingga pada puncaknya, mala mini kami mengalami dingin sampai 2 derajat Celsius, Umar sesekali menggigil, bayanganku teringat pada anak-anak di sana, bahkan mungkin tangisan mereka telah kering karena terlalu lama menangis.
Pagi di Surya Kencana cuaca cerah, kami mulai berfoto foto, bersama bendera empat warna. Merdekalah Palestina. Pasti terjadi dan akan terjadi.
(FAI)
admin
Latest posts by admin (see all)
- Belantara Foundation Tanam Pohon Langka Di Riau - November 29, 2024
- Pengamatan Keanekaragaman Hayati SMA 1 Sukaraja Bogor - November 26, 2024
- Sevenist Menerangi Indonesia 3 Bantu Ponpes di Lampung - November 26, 2024