Jumat , April 19 2024
Home / Info komunitas / Seminar Peringati Hari Burung Migrasi Sedunia Di FMIPA UI

Seminar Peringati Hari Burung Migrasi Sedunia Di FMIPA UI

BP_Jakarta——-Berbagai klub pemerhati burung di Jakarta dan sekitarnya berkolaborasi menggelar sebuah seminar bertajuk “Stop The Illegal Killing, Taking, And Trade Of Migratory  Birds” di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat pada Sabtu, 7 Mei 2016.

Seminar  yang dalam Bahasa Indonesia bertema “Hentikan Penangkapan, Perdagangan Dan Pembunuhan Burung Migran” merupakan aksi nyata untuk mengurangi ancaman terhadap satwa terutama burung. Seminar untuk perluasan penyadartahuan masyarakat ini diselenggarakan oleh KKSHL Comata UI, BBC Ardea UNAS, KPB Nyctycorax UNJ, KPB Nectarinia UIN Jakarta dan Burung Nusantara.

Seminar ini dibuka dengan sambutan dari Ketua Pelaksana Roliska Virgo Dinanti yang juga merupakan anggota KKSHL Comata Universitas Indonesia dan perwakilan FMIPA UI yang disampaikan oleh Dr. rer. Nat Yasman, S.Si, M.Sc. Selanjutnya seminar dipandu oleh Rudyanto dari Burung Nusantara. Sesi pertama diisi oleh Nurul Laksmi M.S., Ph.D dari RCCC UI (Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia). Nurul mengupas tentang keterkaitan pemanasan global dengan satwa. Dari data yang dipaparkan Nurul terungkap bahwa ancaman global karena perubahan iklim meningkatkan bahaya bagi burung migrasi. “Burung adalah indikator perubahan habitat yang baik.” Ungkap Nurul Laksmi yang dahulu tercatat sebagai mahasiswi FMIPA jurusan Biologi UI angkatan 1988. Nurul menjelaskan bahwa nasib burung hutan bisa dikatakan sedikit lebih baik daripada burung migrasi yang lebih banyak resiko dalam siklus hidupnya. Ditambah lagi kesadaran masyarakat terhadap perlindungan burung migrasi masih rendah.

Di sesi pertama bertindak sebagai narasumber kedua ialah Dwi Adhiasto dari Wildlife Crime Unit, Wildlife Conservation Society Indonesia  Program (WCS IP). Dwi mengangkat data tentang populasi satwa yang dilindungi. Dari paparan Dwi terungkap bahwa data burung migran yang ditangkap secara illegal belum banyak yang ketahui. Perhatian untuk pelestarian burung migran belum optimal.

Setelah dua pembicara dari sesi pertama selesai, sesi kedua diisi oleh dua pembicara. Pembicara pertama ialah Gunawan dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia. Gunawan menjelaskan bahwa raptor atau burung pemangsa ada yang menetap dan ada yang termasuk burung migran. “Perdagangan raptor terjadi hampir di seluruh Indonesia. Mereka yang memiliki raptor mempunyai tujuan yang beragam. Ada yang karena hobi atau kebanggaan, ada yang karena ikut-ikutan, ada yang karena didapat sebagai kenang-kenangan, ada yang memelihara raptor karena tidak sengaja dan ada yang memelihara karena kasihan.”  Gunawan mengungkap penjualan satwa melalui media sosial terjadi secara masif. “Raptor diperdagangkan dengan harga dari seratus lima puluh ribu Rupiah sampai empat juta Rupiah. Ada 123 jenis. 8 jenis di antaranya ialah raptor yang termasuk burung migrasi.” Tambah Gunawan.

Pembicara kedua di sesi kedua ialah Yus Rusila Noor dari Wetland International – Indonesia Program. Yus menjelaskan dalam penyelamatan burung migran harus ada kerjasama lintas negara. Yus memberi contoh adanya perjanjian antara Jepang dengan Australia untuk perlindungan burung migran yang disebut JAMBA (Japan Australia Migratory Bird Agreement). “Jepang sebagai negara asal dan Australia sebagai negara tujuan burung migrasi. Tetapi masalah yang menimpa burung migrasi terjadi di negara yang dilewati burung migrasi seperti Indonesia.” Papar Yus. Yus menambahkan penjelasan kompleksitas permasalahan perlindungan burung migran yang terkait dengan kepentingan masing-masing negara. “Jepang marah bila burung migrasinya terusik namun juga negara lain mengecam Jepang yang tidak mau meratifikasi perlindungan terhadap satwa paus. Jepang alergi dengan perlindungan paus,” jelasnya.

Seminar ini memberi pesan kuat kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk lebih memperhatikan perlindungan satwa khususnya burung migran dari perburuan dan perdagangan. (RWN)

The following two tabs change content below.

About admin

Check Also

Perhutanan Sosial Harus Jadikan Masyarakat Pelaku Utama

Bogor, — Belantara Foundation bersama Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi Fakultas MIPA, dan …