BP, Jambi — Keberadaan lahan gambut sangat penting bagi upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals, mengajak dan membantu dalam transisi menuju masyarakat rendah karbon, menurunkan suhu lingkungan di daerah sekitar, memberikan solusi berbasis alam termasuk mengatur sistem hidrologi tanah, memasok makanan, serat dan produk lokal lainnya yang menopang perekonomian, perlindungan dari panas yang ekstrem, meminimalkan risiko banjir dan kekeringan serta mencegah intrusi air laut.
Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi yang dikelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm) sangat berpotensi memberikan kontribusi yang menjanjikan dalam mencapai target FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink 2030.
Belantara Foundation bersama Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Wono Lestari dan pemangku kepentingan setempat yang didukung oleh One Tree Planted, Jejakin dan APP Group mengembangkan program proteksi dan restorasi lahan gambut melalui agroforestri. Program ini berada di wilayah perhutanan sosial yaitu HKm seluas 93 ha di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Wilayah ini juga berdampingan dan berdekatan dengan Hutan Lindung Gambut Londrang yang merupakan bagian dari salah satu kawasan hidrologi gambut penting di Provinsi Jambi.
Pada tahun 2018, Gapoktanhut Wono Lestari di wilayah tersebut telah memperoleh izin pengelolaan HKm selama 30 tahun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. HKm adalah hutan negara yang dikelola masyarakat dengan skema perhutanan sosial, yang pemanfaatannya ditujukan untuk pemberdayaan dan penguatan masyarakat lokal dengan memberikan hak kepada mereka dalam menggunakan lahan secara lestari dan berkelanjutan sehingga dapat mempertahankan fungsi hutan dan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa melalui skema perhutanan sosial, masyarakat lokal di Indonesia dapat memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan, yang secara bersamaan dapat berkontribusi dalam memulihkan kawasan hutan. Skema ini menawarkan kondisi yang memungkinkan untuk restorasi lahan gambut jangka panjang, tidak hanya selaras dengan agenda global dalam mitigasi perubahan iklim tetapi juga mampu mendorong peningkatan sosial ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan.
“Salah satu metode yang dapat mendukung pemulihan lahan gambut terdegradasi berbasis masyarakat adalah dengan menanam pohon menggunakan jenis tanaman yang banyak manfaatnya atau MPTS (multi-purpose tree species). Spesies-spesies tanaman multi manfaat menyediakan banyak manfaat pada lahan yang terbatas, antara lain sebagai sumber pangan, membantu dalam mengatur hidrologi, meningkatkan biomassa, memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi” kata Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Implementasi program ini meliputi penyiapan dan penguatan kapasitas kelompok masyarakat, lahan siap tanam, penanaman dan perawatan bibit tanaman multi manfaat sebanyak lebih kurang 16.712 bibit pada lahan seluas 30 hektar, pembangunan kebun bibit dan pondok kerja, serta dukungan monitoring dan evaluasi program.
“Sejauh ini, bibit tanaman multi manfaat yang telah ditanam antara lain pinang (Areca catechu), nangka (Artocarpus heterophyllus), jengkol (Archidendron pauciflorum) dan kopi liberika (Coffea liberica). Ini adalah salah satu bentuk win-win solution, dimana masyarakat mendapatkan manfaat sosial-ekonomi sekaligus memperbaiki lahan gambut yang terdegradasi. Keterlibatan masyarakat sebagai aktor, Belantara Foundation sebagai fasilitator, adanya dukungan dari pemangku kepentingan setempat, serta dukungan pendanaan dari para donor termasuk sektor swasta seperti APP Group dan Jejakin merupakan faktor penting untuk memastikan keberhasilan program pemulihan dan restorasi lahan gambut secara berkelanjutan”, kata Dolly yang juga merupakan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Universitas Pakuan.
Senada dengan Dolly, Ketua Gapoktanhut Wono Lestari, Riyanto mengatakan bahwa program agroforestri yang dilakukan bersama Belantara Foundation ini dapat membantu masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan lahan gambut yang terdegradasi secara lestari dan berkelanjutan untuk pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami sangat berterima kasih kepada Belantara Foundation dan pihak-pihak lain yang konsisten memberikan pendampingan dan dukungan hingga saat ini. Semoga program ini dapat memberikan manfaat dan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat di desa kami” ujar Riyanto.
Sementara itu, Chief Sustainability Officer APP Group, Elim Sritaba menegaskan bahwa sektor swasta memiliki kewajiban untuk mendukung berbagai upaya pencapaian sasaran FOLU Net Sink 2030 salah satunya melalui program pemulihan ekosistem termasuk lahan gambut.
“Kami berkomitmen dalam menjalankan praktik-praktik bisnis yang berkelanjutan, sehingga target yang sudah ditetapkan Pemerintah Indonesia dapat dicapai dengan upaya bersama antara lain melalui program pemulihan lahan gambut, pengurangan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut, pengelolaan lahan gambut secara lestari serta pelestarian keanekaragaman hayati”, tandas Elim.
Hari Lahan Basah Sedunia atau World Wetlands Day diperingati pada tanggal 2 Februari setiap tahunnya. Hal ini diadopsi dari perjanjian internasional tentang perlindungan dan pelestarian lahan basah di seluruh dunia, atau lebih dikenal dengan Konvensi Ramsar. Perjanjian ini disepakati dan ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, Iran. Sejauh ini, terdapat 172 negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Konvensi Ramsar.
Peringatan ini bertujuan untuk penyadartahuan (awareness) dan memberikan edukasi kepada masyarakat serta mendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan ekosistem lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerja sama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia.
Tema global Hari Lahan Basah Sedunia tahun 2024 adalah “Wetlands and Human Wellbeing”. Tema ini menyoroti dan mengajak bahwa akan pentingnya perlindungan dan pengelolaan ekosistem lahan basah secara lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lahan basah sendiri terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Beberapa contoh dari lahan basah antara lain bakau, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah dan terumbu karang serta lahan gambut.
(RWN)
admin
Latest posts by admin (see all)
- Belantara Foundation Tanam Pohon Langka Di Riau - November 29, 2024
- Pengamatan Keanekaragaman Hayati SMA 1 Sukaraja Bogor - November 26, 2024
- Sevenist Menerangi Indonesia 3 Bantu Ponpes di Lampung - November 26, 2024