BP_Jakarta——-Pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok pejuang Islam Filipina Selatan Abu Sayyaf di Filipina dipastikan tidak ada uang tebusan, namun dilakukan dengan cara negosiasi.
“Pembebasan tersebut dilakukan tanpa uang tebusan, melainkan negosiasi atas kerja sama intelijen TNI dengan intelijen tentara Filipina,” kata salah seorang negoisator Mayjen (Purn) Kivlan Zein. (02/05/2016).
Kivlan juga menjelaskan selaku pihak yang mewakili perusahaan PT Patria Maritime Lines, dirinya telah melakukan negosiasi sejak 27 April 2016 lalu. Sejak hari itu, terus dilakukan pendekatan atas nama perusahaan dan mendapat bantuan dari pihak lokal di Filipina.
Bantuan terutama diberikan oleh Gubernur Sulu Abdusakur Tan II yang merupakan keponakan pimpinan Moro National Liberation Front (MNLF) Nur Misuari karena penculiknya Al Habsyi Misa yang merupakan mantan supir dan pengawal saat menjadi Gubernur Otonomi Muslim in Mindanao atau ARMM pada 1996-2001.
“Maka, saya sebagai wakil perusahaan meminta bantuannya untuk membujuk sang penculik WNI, dan berhasil membujuknya,” kata Kivlan.
Sementara itu, intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan intel Filipina melalui pendekatan ke kepala desa, camat, walikota dan Gubernur Sulu membujuk penculik dan menekan dengan serangan militer dan pemboman, maka dengan tekanan dan bujukan akhirnya secara ikhlas sandera diatur dilepas ke Gubernur Sulu.
Saat ini, Kilvlan mengaku tengah dalam proses pembebasan empat WNI awak kapal TB Henry yang juga di Filipina.
“Jadi kita telah mengetahui letak posisi mereka di mana. Saya sudah kontak dengan yang pegang empat orang itu. Semoga bisa kita bebaskan,” kata Kivlan.
Mantan Kepala Staf Kostrad ini meminta agar tidak ada upaya-upaya yang justru akan mengacaukan perundingan yang saat ini sedang berjalan. Apalagi pihak-pihak yang hanya ingin mencari nama.
Sementara itu Polri melalui Divisi Humasnya, Irjen Boy Rafli Amar menerangkan peran Kivlan dan otoritas di Filipina. “Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zein ikut membantu pemerintah bernegosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Kami juga menggandeng kelompok Moro National Liberation Front (MNLF) yang dulu merupakan kelompok di Filipina Selatan itu. Dan karena adanya pengalaman ini,” jelas Boy Rafli di Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.
Selain Kivlan Zein, keberhasilan negosiasi dibantu oleh pendiri MNLF, Nur Misuari. “Ada banyak sekali tokoh, dan itu saya apresiasi. Saya mengucapkan terima kasih karena 10 nyawa itu tidak bisa diukur dengan uang. Terlebih kepada pemegang otoritas di Filipina yang memberikan informasinya,” ujarnya. (RWN)
admin
Latest posts by admin (see all)
- Belantara Foundation Tanam Pohon Langka Di Riau - November 29, 2024
- Pengamatan Keanekaragaman Hayati SMA 1 Sukaraja Bogor - November 26, 2024
- Sevenist Menerangi Indonesia 3 Bantu Ponpes di Lampung - November 26, 2024