BP_Jakarta——-Indonesia diketahui memiliki sekitar 1.598 jenis burung yang pernah tercatat atau sekitar 17% dari yang ada di dunia. Jumlah jenis burung tersebut dapat berkurang jika ada perubahan lingkungan yang semakin memburuk. Salah satu kondisi lingkungan yang sering mengalami perubahan adalah lingkungan perkotaan, seperti Jakarta.
Pembangunan di provinsi DKI Jakarta mengakibatkan perubahan ekosistem kota Jakarta, diantaranya semakin berkurangnya lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berkurangnya RTH di perkotaan karena dikonversi menjadi perumahan dan gedung pencakar langit.
Terkait perubahan RTH tersebut, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta tahun 1965-1985 menyatakan bahwa luas RTH kota adalah 37% dari total luas Jakarta. Kemudian, pada RUTR tahun 1985-2005 luas tersebut turun menjadi 25,82%. Terakhir pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2000-2010 RTH Jakarta tersisa 13,94%. Berkurangnya luas RTH tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi keberadaan burung di alam. Hal tersebut merupakan masalah perkotaan yang muncul sehingga mempengaruhi keberadaan burung di alam dan menarik untuk diteliti.
Saat ini, Provinsi DKI Jakarta setidaknya hanya memiliki kurang lebih 9% ruang terbuka hijau dari total luas wilayahnya. Padahal Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jelas menunjukkan bahwa sebuah kota harus memiliki RTH sebanyak 30% dari total luas wilayahnya. Luasan sebesar 30% dari total wilayah itu adalah syarat minimum untuk menjamin keseimbangan ekosistem sebuah kota. Termasuk di dalamnya keseimbangan sistem hidrologi yang berkaitan erat dengan banjir dan peningkatan ketersediaan udara bersih. Melihat kondisi tersebut, Jakarta sebenarnya jauh berada pada posisi ideal.
Meskipun menjadi salah satu kota yang memiliki polusi cukup tinggi, ibukota negara ini seharusnya masih menyimpan beragam spesies unik dan menarik di ruang-ruang terbuka hijaunya. Burung yang masih tersimpan di RTH Jakarta dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke RTH dan memanfaatkannya secara positif. Selain itu, hal tersebut juga dapat menjadi pengingat bagi pemerintah untuk dapat menambah luasan ruang terbuka hijau.
Mengumpulkan data burung-burung liar yang melibatkan masyarakat umum (citizen scientist) sudah dilakukan di beberapa negara di Eropa dan Amerika. Salah satu bentuk pendataan tersebut dengan cara pengamatan burung (birdwatching). Komunitas Transformasi Hijau bekerjasama dengan Biodiversity Warriors Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan Biological Bird Club Ardea Fakultas Biologi Universitas Nasional menyelenggarakan pengamatan burung di Taman Dadap Merah, Jakarta Selatan.
Taman Dadap Merah merupakan taman yang terletak di Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan memiliki luas ± 1,3 ha. Taman ini dibuat pada tahun 2011 dan dibuka untuk umum pada tahun 2012, berlokasi dekat perumahan mewah dan besar serta juga sebagai tempat pembuangan sampah.
Pengamatan dilakukan untuk monitoring keberadaan jenis burung perkotaan di Taman Dadap Merah, Jakarta Selatan sekaligus menyambut pergantian tahun 2016 ke 2017 yang diadakan pada Rabu, 28 Desember 2016. Pengamatan ini dihadiri 17 orang pemuda relawan yang berasal dari komunitas Transformasi Hijau (TRASHI), Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI, Biological Bird Club Ardea Fakultas Biologi Universitas Nasional, Mahasiswa Pecinta Alam Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Akademi Televisi Indosiar.
“Para relawan melakukan pengamatan burung dengan mengikuti jalur yang sudah ada dan seluruh bagian pada taman.” Ujar Ahmad Baihaqi, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Biologi Universitas Nasional, Jakarta.
Abay, panggilan akrab Ahmad Baihaqi yang juga koordinator Divisi Kampanye dan Pendidikan Lingkungan Hidup Komunitas Transformasi Hijau menyampaikan jika berjumpa dengan burung, para relawan berhenti selama 15 menit untuk mengidentifikasi dan mencatat jenis, jumlah individu, dan aktivitas burung yang diamati.
Pengamatan dimulai pada pukul 08.00-11.00 WIB dan berhasil mengidentifikasi 17 jenis burung, yaitu burung-madu kelapa, raja-udang meninting, cekakak jawa, bondol haji, bondol jawa, bondol peking, cabai jawa, cinenen kelabu, wiwik kelabu, tekukur biasa, punai gading, burung gereja-erasia, cipoh kacat, walet linci, layang-layang batu, cucak kutilang, dan merbah cerukcuk. Dari 17 jenis burung yang dijumpai, terdapat 3 jenis burung yang dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No.7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Flora dan Satwa, yaitu burung-madu kelapa, raja-udang meninting, dan cekakak jawa.
Bilal dari Biological Bird Club Ardea Fakultas Biologi Universitas Nasional mengajak masyarakat untuk mengenal dan melestarikan burung-burung liar di Jakarta karena burung akan lebih indah jika hidup di alam bukan di dalam sangkar. (FAI)
admin
Latest posts by admin (see all)
- Belantara Foundation Tanam Pohon Langka Di Riau - November 29, 2024
- Pengamatan Keanekaragaman Hayati SMA 1 Sukaraja Bogor - November 26, 2024
- Sevenist Menerangi Indonesia 3 Bantu Ponpes di Lampung - November 26, 2024