Rabu , Maret 12 2025
Home / Nasional / Meningkatkan Sumber Daya Pangan Potensi Lokal NTT

Meningkatkan Sumber Daya Pangan Potensi Lokal NTT

BP, Ende — Pemerintah terus berupaya memperkuat sistem pangan nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman, tetapi juga memastikan pemanfaatan sumber daya lokal yang berkelanjutan.

Sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan ini, Koalisi Pangan BAIK (Beragam, Adaptif, Inklusi, Kokreasi) menyelenggarakan penguatan kapasitas terkait kebijakan publik, khususnya mengenai pangan dan ProKlim (program kampung iklim) bagi Local Champion yang terdiri dari perwakilan orang muda dan kelompok perempuan dari Manggarai, Flores Timur dan Lembata. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, 25-27 Februari 2025, dengan tujuan meningkatkan pemahaman peserta mengenai Perpres 81/2024 serta adaptasi perubahan iklim melalui ProKlim (Program Kampung Iklim).

Selain memperdalam kajian kebijakan pangan dan ProKlim, kegiatan ini juga menjadi ruang aman bagi para Local Champion Pangan BAIK untuk mendiskusikan serta merumuskan rencana tindak lanjut dalam menyuarakan isu pangan dan perubahan iklim.

Dalam sesi diskusi, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Joaz Umbu Wanda, SP, MSc, menekankan bahwa aspek utama dalam penganekaragaman pangan adalah tersedianya pangan yang beragam dan aksesibilitasnya yang merata serta terjangkau.

“Meningkatkan ketersediaan aneka ragam pangan berbasis potensi sumber daya lokal sangat penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat dengan mutu yang cukup, beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Dari hasil produksi, kita perlu mengajak orang muda bersama petani di desa untuk mengidentifikasi pangan lokal, agar kita tahu sejauh mana keberlanjutannya,” ujar Umbu.

Pengembangan pangan lokal menjadi salah satu alternatif aksi iklim, mengingat perubahan iklim sangat berdampak pada produksi pangan. Tingkat keberagaman pangan yang menurun meningkatkan ketergantungan pada pangan impor. Padahal, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keberagaman pangan yang erat kaitannya dengan sumber daya alam, pengetahuan, dan budaya lokal.

Salah satu Local Champion Koalisi Pangan BAIK, Hendrikus Suban Kolah, menyoroti pentingnya kebijakan pangan yang disesuaikan dengan konteks lokal.

“Jagung hibrida bisa berdampak pada hilangnya jagung titi. Di Lembata dan Flores Timur, jagung titi adalah pangan lokal yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kebijakan pangan harus mempertimbangkan kelestarian pangan tradisional,” ungkap Hendrik.

Selain itu, peserta juga membahas potensi pangan lokal dalam meningkatkan ekonomi, pentingnya teknologi dalam pertanian, serta perlunya pergeseran pola pikir masyarakat agar lebih menghargai pangan lokal. Diskusi kemudian berlanjut dengan pembahasan mengenai pengelolaan limbah, tantangan kemiskinan, serta masalah stunting.

Dialog dengan Pemerintah dan Pembahasan Program Desa Proklim

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dari Kabupaten Manggarai, Flores Timur dan Lembata yang berpartisipasi secara daring. Mereka berdialog dengan para Local Champion mengenai kondisi pangan dan pertanian di daerah masing-masing serta aksi yang telah dilakukan.

Selain itu, sesi pelatihan juga membahas rancangan Proklim dengan menghadirkan Koko Widjanarko, S.Si., M.Sc, Plt. Koordinator Kelompok Kerja Bidang Pengembangan Masyarakat Berketahanan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup. Ia menjelaskan konsep, perkembangan, serta arah pengembangan desa Proklim ke depan.

“Dalam ProKlim, kita mengenal wilayah administratif, wilayah kerja komunitas, serta kategori program. Hal ini bisa bersinergi dengan upaya peningkatan ketahanan pangan,” jelas Koko.

Pada sesi diskusi lainnya, Dinas Lingkungan Hidup dari Kabupaten Manggarai, Flores Timur, dan Lembata membagikan pengalaman mereka dalam meningkatkan ketahanan pangan, keamanan air, serta mata pencaharian melalui pertanian terpadu dan program desa iklim. Mereka juga mengangkat tantangan seperti kelembagaan yang lemah, kurangnya kesadaran masyarakat akan pemilahan limbah, serta keterbatasan badan hukum bagi kelompok masyarakat. Kabupaten Lembata telah mengajukan 25 desa ProKlim dan melibatkan 9 inovator dalam program tersebut. Namun, mereka tetap menghadapi tantangan seperti minimnya dukungan dari pemerintah pusat dalam penguatan kelembagaan.

 

(FAI)

 

The following two tabs change content below.

About admin

Check Also

Belantata Foundation Lindungi Lahan Gambut Di Jambi

BP, Jambi — Belantara Foundation bekerja sama dengan Jejakin, Gojek, One Tree Planted dan Gabungan …