BP_Jakarta——-Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Secara taksonomi, pesut mahakam adalah subspesies dari pesut (Irrawaddy dolphin).
Pemberian ijin kepada Bayan Resources untuk peningkatan produksi batubara dari 4 juta ton menjadi 20 juta ton serta pengangkutan lewat Sungai Kedang Kepala, merupakan sungai kedua habitat utama Pesut Mahakam, membuat tempat hidup atau habitat Pesut Mahakam terganggu.
Studi yang telah dilakukan oleh Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) dari tahun 1999 hingga sekarang menunjukkan bahwa populasi Pesut telah diambang kepunahan dengan jumlah populasi kurang dari 90 ekor!
Studi juga menunjukkan bahwa tersisa 3 dari 5 anak sungai yang dulunya dapat dipergunakan oleh pesut tanpa gangguan ponton batubara (tapi untuk berapa lama, tidak ada yang tahu?!). Anak-anak sungai ini dipergunakan pesut untuk mencari makan, bermain-main, kawin dan melahirkan. Sementara Sungai Mahakam lebih banyak dipakai oleh pesut untuk berenang dari satu muara anak sungai ke muara anak sungai lainnya. Dikarenakan ponton mengeluarkan suara kebisingan yang melebihi 80 desibel dan sangat mengganggu pesut, maka pesut lebih memilih untuk menghindar dan tidak masuk anak sungai tersebut.
Suara bising tersebut dapat menghalau pantulan sonar pesut sehingga membuatnya sulit berorientasi dan dapat berakibat ditabrak ponton. Apalagi untuk mencari makan, sudah tidak dapat dilakukan lagi. Studi genetis juga telah membuktikan bahwa DNA pesut sudah berbeda secara signifikan dengan jenis terdekat yang berada di pesisir seperti Muara Mahakam, Teluk Balikpapan dan daerah atau negara lainnya dan ada wacana untuk menggantikan nama Orcaella brevirostrisdengan Orcaella mahakamensis. Ironisnya pada saat pesut sudah lebih banyak dikenal dan disayangi oleh publik umum, tantangan menghadapi ancaman malah bertambah lebih banyak oleh kebijakan pemerintah yang tidak mendukung upaya kelestariannya.
Bukannya menghentikan, gubernur malah memberi ijin peningkatan produksi batubara pada PT. Bara Tabang menjadi 20 juta ton secara bertahap, tahun pertama 4 juta ton, tahun kedua 8 juta ton dan tahun ketiga 15 juta ton.
Kenyataannya, tahun 2016 ini ijin produksi masih 4 jt ton/tahun, namun melihat banyaknya ponton yang hilir mudik di Sungai Kedang Kepala siapa yang bisa menjamin bahwa jumlah produksi tidak lebih dari itu? Menurut informasi dari masyarakat, belasan ponton beroperasi tiap harinya, bahkan lebih banyak, jadi apa benar secara bertahap, atau hanya untuk mengelabui masyarakat saja?
Alasan peningkatan produksi karena instruksi pemerintah pusat bahwa dalam MP3EI Kalimantan adalah koridor energi dan Kalimantan Timur kebagian “jatah” menghidupi atau menghasilkan 10.000 MW (tidak semua untuk Kaltim) dari total 30.000 MW, apa lagi kalau bukan dari PLTU berbahan bakar batubara.
Oleh karena itu, walaupun harga batubara dipasaran dunia anjlok, tetap saja perusahaan dapat untung dengan menjual dipasaran domestik, karena program pemerintah dipakai sebagai argumen.
Keberadaan Pesut Mahakam terus menerus diganggu oleh penguasa, sebagai salah satu satwa terlangka di Indonesia dan dunia, sudah menjadi kewajiban bersama bagi kita untuk benar-benar menjaganya, bukan sekedar lip service untuk memenangkan hati demonstran, kemudian dikhianati tak lama kemudian.
Apakah kerakusan akan membuat Pesut Mahakam punah? Setelah batubara habis, apa yang tersisa bagi generasi penerus? Kalimantan menjadi tidak lebih baik dari permukaan bulan, banyak lubang, gersang, dan akhirnya menjadi gurun pasir dimana anak cucu kita tidak akan bisa hidup layak. (FAI)
admin
Latest posts by admin (see all)
- Belantara Foundation Tanam Pohon Langka Di Riau - November 29, 2024
- Pengamatan Keanekaragaman Hayati SMA 1 Sukaraja Bogor - November 26, 2024
- Sevenist Menerangi Indonesia 3 Bantu Ponpes di Lampung - November 26, 2024