Jumat , April 19 2024
Home / Jabodetabek / Memaknai Dakwah dan Sejarah di Kwitang

Memaknai Dakwah dan Sejarah di Kwitang

BP, Jakarta — Sabtu siang (18/2/2017) Majelis Ta’lim Sevenist Alumni SMA 7 Jakarta melakukan jadwal rutinnya, yakni pengajian bulanan. Bertempat di kawasan ramai penduduk, tempat Islamic Center Indonesia (ICI), Kwitang kokoh berdiri. Tempat yang bersejarah karena di tempat inilah para ulama terdahulu dari tanah Betawi berguru. Di tempat inilah Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi atau Habib Ali Kwitang mengajar. Beliau adalah salah seorang tokoh utama ulama tanah Betawi pada abad 20. Habib Ali Kwitang meninggal dunia dalam usia 98 tahun pada tahun 1968.

Tak jauh dari tempat pengajian bulanan, Laskar 7 sempatkan waktu untuk berziarah. Perjalanan 10 menit ke lokasi makam dari ICI. Di lokasi makam, Ustadz Ferry Nur memimpin doa saat ziarah.

Beberapa toko dan perkantoran berdiri megah di daerah itu. Di daerah ini juga terdapat sebuah masjid yang cukup megah dan luas. Sebuah masjid yang dikenal warga sekitar sebagai Masjid Kwitang, masjid berdiri dua lantai serta sebuah menara besar di sisi kanan bagian depan masjid.

Saat berumur 20 tahun, Habib Ali Kwitang, yang kelahiran tahun 1869, menikah dengan Syarifah Aisyah, dari keluarga Assegaf, di Kebon Jahe, Jakarta Pusat. Dari pernikahannya itu, Habib Ali dianugerahi anak yang pertama bernama Habib Abdurrahman.

Sosok putra sulung Habib Ali Kwitang ini tidak banyak diketahui orang. Mungkin karena ia wafat selagi muda, jauh sebelum wafatnya Habib Ali Kwitang sendiri.

Padahal, selagi hidup , kharismanya cukup besar. Warga Kwitang, tempatnya lahir dan dibesarkan, sangat menaruh hormat kepada Wan Derahman, demikian mereka biasa menyebut Habib Abdurrahman bin Ali Al Habsyi.

Masjid ini didirikan oleh Ali Al Habsyi, di tempat inilah, Habib Ali bersama murid-muridnya dan penduduk setempat mendirikan sebuah majelis taklim di rumah pribadinya. Tempat tersebut lantas ia beri nama Baitul Makmur.

Beberapa tahun berjalan majelis itu dia beri nama Unwanul Falakh. Menurut Muhammad Rofiq, Koordinator Pelaksana Syi’ar dan Dakwah Masjid Al Riyadh, sekitar tahun 1950, majelis tersebut resmi diberi nama Masjid Al Riyadh. (FAI)

The following two tabs change content below.

About admin

Check Also

Bangkitkan Semangat Anak Terdampak Kebakaran Simprug

BP, Jakarta — Matahari tertutup awan tebal, usai azan ashar belum ada tanda-tanda anak-anak bermain …