Jumat , Maret 29 2024
Home / Jurnal Masyarakat / Apapun Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Korban Gempa, Lakukan Sekarang

Apapun Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Korban Gempa, Lakukan Sekarang

*Catatan Relawan Gempa di Lombok Utara
MENCUKUR RAMBUT KORBAN GEMPA

Sekali lagi saya ceritakan, kami adalah relawan yang fokus area di dusun Kuripan. Desa Rempek. Kec. Gangga. Kab. Lombok Utara.

Kami yang saya maksud disini adalah : SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia. (SARMMI). HW Univ. Muhammadiyah Surakarta. Sapta Pala Jakarta.

Pasukan SARMMI kali ini selain dari Pengurus Pusat, juga berasal dari Stacia Univ. Muh. Jakarta. Mapala Univ. Muh. Yogyakarta. STIE Muh. Jakarta. Serta dari Mapala Univ. Muh. Sumatera Barat.

Kuripan bukanlah dusun terkenal dan mungkin dianggap tidak menarik oleh beberapa pihak.

Akses jalan ke Kuripan adalah jalan berdebu tak beraspal yang konturnya menanjak. Ujung jalan ini adalah jalan setapak yang berakhir di sungai tempat warga Kuripan bagian atas mandi.

Di sepanjang jalan itulah warga Kuripan membangun rumah.

Antara satu rumah dengan tetangganya, diselingi kebun coklat dan padi. Memang ada juga beberapa rumah yang berkelompok. Tapi jumlahnya tak banyak.

Sekarang, karena gempa, kondisi Kuripan lebih mengenaskan lagi.

Listrik PLN di Kuripan masih mati. Sementara di dusun-dusun lain yang dekat jalan raya sudah hidup.

Pipa saluran air dari sungai ke dusun Kuripan tertimpa longsor. Akibatnya warga mengalami krisis air.

Apesnya lagi, droping air bersih yang masuk ke Kuripan sejak gempa, hingga saya nulis ini (25/8/2018), baru sekali. Satu tanki kapasitas lima ribu liter. Itupun setelah kami teriak-teriak ke beberapa pihak yang fokus di bantuan air bersih.

Mobil tanki yang ke Kuripan juga tak bisa menjangkau semua tempat tandon air yang disiapkan warga. Jarak terjauh yang mampu didatangi mobil tanki cuma sampai tengah dusun.

Solusinya, warga berbondong-bondong kesana sambil menenteng jerigan air.

Penerangan dan air, cuma dua dari masalah yang dihadapi dusun terjauh dan tertinggi dari desa Rempek ini.
Masih ada beberapa masalah lain yang perlu segera diatasi. Baik bersifat fisik maupun non fisik.

Sejak mulai fokus area di dusun Kuripan, kami telah merancang sekian program yang realistis diterapkan disini. Kesemua program itu berbeda, tetapi saling support sekaligus saling menguatkan.

Program-program itu adalah distribusi kebutuhan dasar fase tanggap darurat seperti sembako, air minum kemasan, selimut, terpal, tikar dan sebagainya.

Kemudian siaga medis 24 jam. Pemasangan pipa air bersih. Membangun hunian darurat. Membangun TPA, PAUD, dan sekolah darurat. Mendirikan mushola darurat dan pengadaan sapi kurban.

Trauma healing, mitigasi bencana, lomba 17 agustusan untuk anak-anak pengungsi, konser mini musik dan pemutaran film.

Karena kami 24 jam berada di tengah-tengah pengungsi, tentu tak cuma itu yang kemudian kami kerjakan. Ada beberapa “pekerjaan sampingan” yang hampir tiap hari menghampiri kami.

Itupun harus pula kami lakukan dengan sungguh-sungguh dan sampai tuntas. Tak boleh setengah-tengah.

Misalnya memperbaiki genset di camp pengungsian yang tiba-tiba ngadat. Mengajari ibu-ibu memasak sarden dan membuat nasi goreng rasa tertentu. Keliling kampung saat ada gempa susulan skala lumayan. Membantu mengangkat air untuk masak dari sungai.

Melerai bocah-bocah yang rebutan main bulu tangkis, hingga mengobati warga yang kesurupan mahluk halus dari gunung Rinjani.

Pekerjaan sampingan itu ada yang datangnya mendadak, dan ada yang malah sangat mendadak.

Satu contoh kategori terakhir itu, lumayan menarik bila saya ceritakan pula disini.

Suatu hari — tepatnya jumat pagi — saat kelas sekolah darurat berlangsung, ada seorang ibu yang mengeluhkan kesulitannya mencari tukang cukur rambut.

Ohya, kendati sekolah kami darurat. Tapi banyak orang tua yang antar jemput anaknya. Ada yang naik motor. Ada yang jalan kaki.

“Rambut anak saya sudah panjang. Saatnya dicukur. Saya cari di sekitar pasar Rempek, tak ada tukang cukur yang buka. Ini hari jumat. Waktu yang pas untuk cukur rambut,” kata si ibu itu dalam bahasa Sasak campur Indonesia.

Curhatan si ibu ini kesannya sepele, tetapi bila dipikir-pikir perlu pula diatasi. Lagian bisa jadi si ibu ini adalah “fenomena puncak gunung es”.

Artinya sangat mungkin cukur rambut ini juga menjadi masalah bagi ibu-ibu yang lain, termasuk suaminya.

Pucuk dicinta ulampun tiba. Ternyata seorang anggota kami, Remon, memiliki kemahiran mencukur rambut.

“Saya sudah biasa mencukur rambut teman-teman di kampus, dan semua puas dengan hasilnya,” kata Remon menceritakan jam terbangnya.

Singkat kata, kami segera bagi tugas untuk mensukseskan tugas mulia Remon.

Ada yang mencari pecahan cermin di sela-sela puing rumah warga. Ada yang meminjamkan sisirnya. Ada yang memperbaiki kaki kursi. Menyiapkan tempat antre. Mencari gayung air. Ada yang bertugas cari lokasi teduh tak berangin.

Ada pula yang menyiapkan tulisan mencolok : Emergency Barber Shop. Cukur rambut gratis untuk korban gempa.

Rupanya “klien” pertama Remon, bukan cuma satu orang. Melainkan lima orang sekaligus.

Kelimanya adalah murid sekolah darurat kami, dan berebut ingin duluan dicukur. Tapi alasannya sama : takut telat sholat jumat.

Remon ternyata punya solusi yang adil untuk mengatasi alasan lucu bocah-bocah ini. Lagipula Remon tahu, sholat jumat masih dua jam lagi.

“Yang rambutnya lebih panjang dicukur duluan. Setelah dicukur harus nunggu temanya dicukur. Lalu bersama-sama mandi ke sungai,” kata Remon.

Kebijakan Remon rupanya diterima semua pihak. Bocah-bocah korban gempa yang kami sayangi ini, akhirnya duduk rapi di kursi antre yang terbuat dari papan bekas dinding yang kakinya tumpukan batu bata puing bangunan.

Kabar tentang _emergency barber shop_ ini rupanya cepat menyebar. Usai sholat jumat, beberapa bapak lantas minta dicukur.

Dalam aktivitas kerelawanan, mencukur rambut korban gempa, bukanlah aktivitas bergengsi. Juga tidak menarik, dan jauh dari kesan heroik.
Karena itu tak pernah ada tim relawan yang melakukannya, bahkan tidak pernah memikirkannya.

Kami sepakat menyelenggarakan cukur rambut gratis, karena terbukti cukur rambut merupakan masalah tersendiri bagi korban gempa.

(Ahyar Stone. Kord. Posko Relawan)

Tim Relawan
1. Ahyar Stone (SARMMI/Yogya)
2. Badarudin (SARMMI/Mataram)
3. Rengga (Stacia UMJ/Jkt)
4. M. Risqi (HW UMS/Solo)
5. M. ‘Afifi (HW UMS/Solo)
6. Itsna Rosada (HW UMS/Solo)
7. Lita (Camp STIEM/Jkt)
8. Umang (Sapta Pala/Jkt)
9. Zwaeb (SARMMI/Palopo)
10. Hendra Fajar Q. (Mapala UMSB/Kota Padang)
11. Remon (Mapala UMSB/Kota Padang)

The following two tabs change content below.

About admin

Check Also

Peningkatan Kapasitas SAR Mapala UMSB

BP, Padang, — Lembaga Search And Rescue Mapala Muhammadiyah se-Indonesia (SARMMI) serahkan sertifikat penghargaan secara …